Friday 27 September 2013

WAHAI HABIB MUNDZIR, KEWAFATANMU INDAH SEPERTI WAFATNYA KAKEKMU RASULULLAH SAW.


Menyaksikan betapa hebat dan indahnya kewafatan Guru Mulia Habibana Mundzir bin Fuad al-Musawa, tak kuasa diriku menahan air mata dan dada mendadak sesak. Wahai guru bagi ruhku, wahai idolaku, wahai pujaan hatiku, wahai pejuang sejati, betapa cepat Allah Swt. memanggilmu. Kami masih membutuhkan bimbinganmu wahai Habibana.

Cukup... cukup... cukup... wahai yang bersedih sebab perpisahan antara kekasih dengan pujaan hati. Bangkit dan bangkit... pujaan hatimu telah berwasiat: “Silaturrahim batiniah tidak mengenal batasan waktu dan ruang bagi orang-orang muslim yang saling mencintai. Jika aku wafat mendahului kalian, kutitipkan perjuangan dakwah sang Nabi Saw. pada kalian, kita akan abadi bersama dalam kebahagiaan kelak insya Allah tanpa ada perpisahan.”

Aku jadi teringat dengan taushiyah yang disampaikan al-Habib Mundzir bin Fuad al-Musawa dua tahun lalu di haulnya Syaikh Armia bin KH. Kurdi, Cikura Bojong-Tegal pada tanggal 24 Desember tahun 2011 M berikut ini:

“Sahabat Anas bin Malik Ra. pernah berkata: “Hari Kamis adalah hari saat mulai sakitnya Rasulullah Saw. sebelum wafatnya, di saat itu beliau sakit parah dan pusing berat.”

Rasulullah Saw. bersabda kepada Sayyidatuna Aisyah Ra.: “Duh kepalaku sakit.”

Para sahabat Nabi Saw. berhenti kerja, berhenti dagang, toko tutup, pasar tutup, berkabung atas sakitnya Rasulullah Saw.

Namun hari Senin, tepatnya malam Senin ba’da Isya, beliau Saw. tersadar dari berbaringnya, kemudian bersabda kepada Aisyah Ra.: “Ya Aisyah, apakah para sahabat sudah shalat (Isya)?”

Jawab Aisyah Ra.: “Masih menunggumu wahai Rasulullah.”

Lalu Rasulullah Saw. meminta bantuan kepada Aisyah Ra.: “Bangunkan aku, topang tubuhku untuk sampai ke tempat wudhu.”

Di tengah jalan menuju tempat wudhu beliau Saw. roboh, pingsan lagi. Lalu tengah malamnya beliau Saw. tersadar lagi, bangun lagi dari pingsannya. “Ya Aisyah, apakah orang-orang sudah shalat?”

Jawab Aisyah Ra.: “Mereka masih di luar belum shalat menunggumu wahai Rasul.”

Lantas Rasulullah Saw. pun meminta bantuan lagi kepada Aisyah Ra.: “Ayo bawa aku ke tempat wudhu.”

Sampai di depan tempat wudhu beliau Saw. roboh lagi, pingsan lagi. Sepertiga malam terakhir Rasulullah Saw. bangun tersadar lagi, lalu bertanya seperti pertanyaan sebelumnya: “Orang-orang sudah shalat belum ya Aisyah?”

Jawab Aisyah Ra.: “Mereka masih menunggumu wahai Rasulullah (para sahabat tidak bergerak di tempatnya, ada yang tertidur di dalam menunggunya tetapi tetap tidak bergerak menanti keluarnya Rasulullah Saw.).”

Maka beliau Saw. bersabda: “Perintahkan Sayyidina Abu Bakar untuk mengimami shalat.”

Di saat para sahabat menjalankan shalat, diriwayatkan di dalam Shahih Bukhari, tentang rumahnya Rasulullah Saw. Di shaf pertama Masjid Nabawi itu sudah termasuk pintunya rumah Rasulullah Saw. Para sahabat akan tahu jika Rasulullah masuk Masjid Nabawi. Kalau pintu rumah terbuka, cahaya terang benderang masuk menerangi Masjid Nabawi, berarti pertanda Rasulullah Saw. masuk ke dalam masjid. Pintu itu terbuka dan Rasulullah Saw. melihat keluar. Melihat para sahabat shalat dengan shaf yang rata, maka beliau tersenyum.

Kemudian dalam sebuah riwayat, para sahabat seakan-akan shalatnya hampir batal dikarenakan betapa gembiranya merek melihat Rasulullah Saw. yang sudah berhari-hari tidak keluar (dari rumahnya).

Namun Rasulullah Saw. memberi isyarat: “Jangan ada yang brgerak, teruskan shalat.” Beliau Saw. hanya mmbuka tabir, lalu menutupnya kembali masuk ke dalam rumah.

Brkata Anas bin Malik Ra.: “Tidak pernah kami melihat pemandangan yang lebih indah dan lebih menakjubkan dari wajah Nabi Saw. Dan itu adalah terakhir kali para sahabat melihat Baginda Rasulullah Saw., karena di waktu Dhuha beliau Saw. wafat.”

Di saat waktu Dhuha, Sayyidatuna Aisyah Ra. memangku Rasulullah Saw. yang sedang berbaring sakit: “Engkau mau siwak wahai Rasulullah?”

Rasulullah Saw. hanya mengangguk. Lalu dibasahilah siwak itu oleh Aisyah Ra. dan disiwakkanlah ke bibir Rasulullah Saw. Lalu Rasulullah Saw. bersabda: “Laa Ilaaha Illallaah... Sungguh dalam kematian itu kepedihan.”

Kenapa? Padahal para shalihin dan auliya’ tidak pernah merasakan sakit saat kematian. Karena saat itu Rasulullah Saw.berdoa: “Wahai Allah, pedihkan, sakitkan sakaratul mautku. Ringankan untuk ummatku.”

Maka Rasulullah Saw.berteriak: “Betapa pedihnya sakaratul maut.” Lalu beliau Saw. sendiri yang memegang siwak, lalu tangannya terjatuh di pangkuan Sayyidatuna Aisyah Ra. Dan tersebarlah kabar wafatnya Rasulullah Saw.

Sahabat Mu’adz bin Jabal Ra. yang diperintahkan Rasulullah Saw. menyebarkan Islam di Yaman, telat mendengar kabar wafatnya Rasulullah Saw. Setelah baru mengetahuinya, Sayyidina Mu’adz Ra. langsung lari tergesa-gesa menuju ke Madinah, menuju rumahnya Sayyidatuna Aisyah Ra. Sampai di depan rumahnya Aisyah Ra., Mu’adz bin Jabal Ra. mengetuk pintu, dan dijawab dari dalam rumah oleh Sayyidatuna Aisyah Ra.: “Siapa orang yang datang tengah malam ketuk-ketuk pintu?”

“Aku Mu’adz bin Jabal wahai Ummul Mukminin Aisyah. Tolong ceritakan, aku tidak bisa tahu keadaannya Rasulullah Saw. sampai beliau dimakamkan.” Pinta shabat Mu’adz bin Jabal Ra.

Jawab Sayyidatuna Aisyah Ra.: “Wahai Mu’adz, beruntung beruntung beruntung engkau tidak melihat wajah Rasulullah Saw. saat menahan pedihnya sakaratul maut. Kalau kau melihatnya, maka akan hilang seluruh kenikmatan hidupmu di dunia. Kau tidak akan bisa merasakan nikmatnya makan dan minum serta seluruh kehidupan hingga engkau wafat.”

Jika melihat dahsyatnya Nabi Saw. menahan pedihnya sakaratul maut, untuk apa? Untukku dan kalian ummat Sayyidina Muhammad Saw. agar diringankan sakaratul maut!”

Wahai segenap pecinta Habib Mundzir, bangkit dan bangkitlah. Teruskan perjuangan dan cita-cita beliau dalam menegakkan panji-panji Sayyidina Muhammad Saw., menjadikan Ibukota Jakarta menjadi Kota Sayyidina Muhammad Saw. Tiru dan tirulah akhlak mulia dan semangat beliau dalam berdakwah yang santun nan indah, menyayangi dan mengayomi semua orang tanpa pandang bulu.

Lahu al-Fatihah...

Sya’roni As-Samfuriy, Tegal 17 September 2013

http://www.muslimedianews.com/2013/09/wahai-habib-mundzir-kewafatanmu-indah.html
http://pustakamuhibbin.blogspot.com/2013/09/wahai-habib-mundzir-kewafatanmu-indah.html

BERAGAM CARA ALLAH MENJAWAB DOA KITA

Kalam yang masyhur Syaikh Ibnu Athaillah as-Sakandari mengatakan: “Allah tidak selalu memberikan apa yang kita minta, akan tetapi Allah akan selalu meberi apa yang kita butuhkan.”

Maulana al-habib M. Luthfi bin Yahya menjelaskan tentang sebuah rahasia (sirr) di balik setiap doa yang kita ucapkan. Kenapa doa yang sering kita lakukan terkadang atau bahkan kebanyakan tak kunjung terijabahi oleh Allah? Bersyukurlah, karena itu pertanda amat sayangnya Allah kepada kita.

Allah Ta’ala berfirman: ادعوني أستجب لكم “Berdoalah padaKu (Allah) maka Aku (Allah) akan menerima kalian”.

Firman Allah tersebut merupakan dasar atau dalil perintah untuk kita berdoa kepada Allah. Lalu apakah doa yang kita panjatkan itu pasti diterima oleh Allah? Doa kita diterima atau tidak itu hak Allah, tapi kita wajib untuk berdoa kepada Allah.

Selanjutnya, yang namanya menerima itu belum tentu mengijabahi. Kita berdoa pasti diterima, akan tetapi belum tentu diijabahi oleh Allah. Tidak semua diberikan atau diijabahi oleh Allah, dan Allah tidak mengijabahi doa itu termasuk bentuk kasih sayang atau rahmat Allah kepada hambaNya.

Doa pun dalam “astajib lakum” itu tetap ada syara’nya, sehingga tidak semua doa diijabahi. Contohnya kita berdoa menjadi Nabi, itu tidak akan diijabahi.

Doa itu ada yang diterima tetapi untuk memenuhi gudang akhirat, ibaratnya kita menabung sehingga tidak diijabahi di dunia. Ada juga doa yang diijabahi di dunia dan akhirat.

Allah Ta’ala itu mengabulkan doa melalui proses syar’an. Seperti begini, Muhammad diangkat menjadi Nabi pada umur 25, lalu umur 40 baru diangkat menjadi Rasul, umur 51 tahun baru diberi perintah shalat melalui isra’ mi’raj, dan ahkamul wudhu’ baru diajarkan di Madinah. Di sini, Nabi Muhammad saja masih diberi proses, tidak langsung.

Kalau kita berdoa lalu Allah tidak mengijabahi doa kita, kita harus bersyukur, berterima kasih pada Allah. Karena bisa jadi, Allah tidak mengijabahi doa kita itu karena kita belum siap menerima doa yang diijabahi oleh Allah, karena ada beberapa hal yang kita belum kuat.

Doa, amalan-amalan, hizib, puasa, melek (saharullayali) dan lain-lain itu untuk membersihkan hati dan menyucikan jiwa (tashfiyatul quluub wa tazkiyatun nafs), sehingga ada godaan di dalamnya, yaitu selalu terjadi perang batin. Contoh: ada orang yang ngaji ke salah satu kiai yang terkenal kealimannya. Lalu orang tersebut timbul dalam hatinya rasa bangga karena bisa dekat dan ngaji kepada sang kiai sehingga merendahkan orang lain. Kalau sudah begitu, itu sebenarnya bala’ atau musibah bagi sang kiai tersebut.

Walhasil, kita harus bersyukur karena kita disayang oleh Allah Ta’ala dengan tidak diberi secara langsung, namun bertahap. Karena kalau diberi langsung kita bisa nggeblag (error) karena tidak kuat.

Al- Habib Munzir bin Fuad Al Musawa menjelaskan perihal firman Allah Swt.: “Mintalah kepadaKu akan Kujawab doa-doa kalian.”

Lalu kita bertanya: “Bagaimana dengan doaku siang dan malam yang masih belum dikabulkan Allah?”

Jawabannya adalah ketidaktahuan kita bahwa Allah menjawab doa kita lebih daripada yang kita minta. Kita minta A misalnya tanpa kita sadari Allah mengangkat 100 musibah yang akan datang di hari esok. Doa kita hanya hal yang remeh saja tapi Allah Yang Maha Dermawan memberi lebih dari itu.

Wallahu a’lam.

Sya’roni As-Samfuriy, Tegal 22 September 2013

http://www.muslimedianews.com/2013/09/beragam-cara-allah-menjawab-doa-kita.html
http://pustakamuhibbin.blogspot.com/2013/09/beragam-cara-allah-menjawab-doa-kita.html

Sekilas Pandang Profil KH. Maimun Zubair

SAMUDERA ILMU YANG TIADA BERTEPI DARI SEORANG KYAI YANG RENDAH HATI


“Sekilas Pandang Profil KH. Maimun Zubair”

Di kalangan para ulama Nahdlatul Ulama, bahtsul masail diniyyah (pembahasan masalah-masalah keagamaan) merupakan forum untuk berdiskusi, bermusyawarah dan memutuskan berbagai masalah keagamaan mutakhir dengan merujuk berbagai dalil yang tercantum dalam kitab-kitab klasik.

Dalam forum seperti itu, diantara pondok pesantren yang amat disegani adalah Pondok Pesantren al-Anwar Desa Karangmangu, Sarang, Rembang, Jawa Tengah. Bukan saja karena ketangguhan para santrinya dalam penguasaan hukum Islam, tapi juga karena sosok kiai pengasuhnya yang termasyhur sebagai faqih jempolan. Kiai yang dimaksud adalah KH. Maimoen Zubair.

Meski sudah sangat sepuh, alumnus Lirboyo dan Ma’had Syaikh Yasin al-Fadani di Makkah itu masih aktif menebar ilmu dan nasihat kepada umat. Di sela-sela kegiatan mengajarkan kitab Ihya Ulumiddin dan kitab-kitab tasawuf lainnya kepada pada santri senior setiap ba’da Shubuh dan Ashar, Mbah Moen, demikian ia biasa dipanggil, masih menyempatkan diri menghadiri undangan ceramah dari kampung ke kampung, dari masjid ke masjid, dari pesantren ke pesantren.

Dalam berbagai ceramahnya, kearifan Mbah Maimoen selalu tampak. Di sela-sela tausiyahnya tentang ibadah dan muamalah, ia tidak pernah lupa menyuntikkan optimisme kepada umat yang tengah dihantam musibah bertubi-tubi.

Beliau memang ulama yang sangat disegani di kalangan NU, kalangan pesantren dan terutama sekali kalangan kaum muslimin di pesisir utara Jawa. Ceramahnya sarat dengan tinjauan sejarah dan kaya dengan nuansa fiqih, sehingga membuat betah jamaah pengajian untuk berlama-lama menyimaknya.

Kiai sepuh beranak 15 (tujuh putra, delapan putri) ini memang unik. Tidak seperti kebanyakan kiai, ia juga sering diminta memberi ceramah dan fatwa untuk urusan nonpesantren. Rumahnya di tepi jalur Pantura tak pernah sepi dari tokoh-tokoh nasional, terutama dari kalangan NU, yang sowan minta fatwa politik, nasihat atau sekadar silaturahim.

Belum lagi ribuan mantan santrinya yang secara rutin sowan untuk berbagi cerita mengenai kiprah dakwah masing-masing di kampung halaman. Beberapa diantara mereka berhasil menjadi tokoh di daerah masing-masing, seperti al-Habib Abdullah Zaki bin Syaikh al-Kaff (Bandung), KH. Abdul Adzim (Sidogiri, Pasuruan), KH. Hafidz (Mojokerto), KH. Hamzah Ibrahim, KH. Khayatul Makki (Mantrianom, Banjarnegara), KH. Dr. Zuhrul Anam (Leler, Banyumas), KH. M. Hasani Said (Giren, Tegal), al-Habib Shaleh bin Ali Alattas (Pangkah, Tegal) dan masih banyak lagi.

Jika matahari terbit dari timur, maka mataharinya para santri ini terbit dari Sarang. Pribadi yang santun, jumawa serta rendah hati ini lahir pada hari Kamis, 28 Oktober 1928 (dalam hal ini masih terdapat perselisihan). Beliau adalah putra pertama dari Kyai Zubair. Seorang Kyai yang tersohor karena kesederhanaan dan sifatnya yang merakyat. Ibundanya adalah putri dari Kyai Ahmad bin Syu'aib, ulama yang kharismatis yang teguh memegang pendirian.

Mbah Moen adalah insan yang lahir dari gesekan permata dan intan. Dari ayahnya, beliau meneladani ketegasan dan keteguhan, sementara dari kakeknya beliau meneladani rasa kasih sayang dan kedermawanan. Kasih sayang terkadang merontokkan ketegasan, rendah hati seringkali berseberangan dengan ketegasan. Namun dalam pribadi Mbah Moen, semua itu tersinergi secara padan dan seimbang.

Kerasnya kehidupan pesisir tidak membuat sikapnya ikut mengeras. Beliau adalah gambaran sempurna dari pribadi yang santun dan matang. Semua itu bukanlah kebetulan, sebab sejak dini beliau yang hidup dalam tradisi pesantren diasuh langsung oleh ayah dan kakeknya sendiri. Beliau membuktikan bahwa ilmu tidak harus menyulap pemiliknya menjadi tinggi hati ataupun ekslusif dibanding yang lainnya.

Kesehariannya adalah aktualisasi dari semua itu. Walau banyak dikenal dan mengenal erat tokoh-tokoh nasional, tapi itu tidak menjadikannya tercerabut dari basis tradisinya semula. Sementara walau sering kali menjadi peraduan bagi keluh kesah masyarakat, tapi semua itu tetap tidak menghalanginya untuk menyelami dunia luar, tepatnya yang tidak berhubungan dengan kebiasaan di pesantren sekalipun.

Kematangan ilmunya tidak ada satupun yang meragukan. Sebab sedari balita beliau sudah dibesarkan dengan ilmu-ilmu agama. Sebelum menginjak remaja, beliau diasuh langsung oleh ayahnya untuk menghafal dan memahami ilmu sharaf, nahwu, fiqih, manthiq, balaghah dan bermacam ilmu syara’ yang lain. Dan siapapun zaman itu tidaklah menyangsikan, bahwa ayahnda Kyai Maimoen, Kyai Zubair, adalah murid pilihan dari Syaikh Sa’id al-Yamani serta Syaikh Hasan al-Yamani al- Makky. Dua ulama yang kesohor pada saat itu.

Kecemerlangan demi kecermelangan tidak heran menghiasi langkahnya menuju dewasa. Pada usia yang masih muda, kira-kira 17 tahun, beliau sudah hafal di luar kepala kiab-kitab nadzam, diantaranya al-Jurumiyyah, al-‘Imrithi, Alfiyyah Ibnu Malik, Matan Jauharatu at-Tauhid, Sullam al-Munauraq serta Rahabiyyah fi al-Faraidh. Seiring pula dengan kepiawaiannya melahap kitab-kitab fiqh madzhab Syafi’i, semisal Fath al-Qarib, Fath al-Mu’in, Fath al-Wahhab dan lain sebagainya.

Pada tahun kemerdekaan, beliau memulai pengembaraannya guna ngangsu kaweruh ke Pondok Pesaantren Lirboyo Kediri (MHM), di bawah bimbingan KH. Abdul Karim yang terkenal dengan Mbah Manaf. Selain kepada Mbah Manaf, beliau juga menimba ilmu agama dari KH. Mahrus Ali dan KH. Marzuqi Dahlan.

Di Pondok Lirboyo, pribadi yang sudah cemerlang ini masih diasah pula selama kurang lebih lima tahun. Waktu yang melelahkan bagi orang kebanyakan, tapi tentu masih belum cukup untuk menegak habis ilmu pengetahuan.

Tanpa kenal batas, beliau tetap menceburkan dirinya dalam samudra ilmu-ilmu agama. Sampai pada akhirnya, saat menginjak usia 21 tahun, beliau menuruti panggilan jiwanya untuk mengembara ke Makkah al-Mukarramah. Perjalanan ini diiringi oleh kakeknya sendiri, yakni KH. Ahmad bin Syu’aib.

Tidak hanya satu, semua mata air ilmu agama dihampirinya. Beliau menerima ilmu dari sekian banyak orang ternama dibidangnya, antara lain as-Sayyid al-Habib Alwi bin Abbas al-Maliki, Syaikh Hasan al-Masysyath, Sayyid Amin al-Kutbi, Syaikh Yasin bin Isa al- Fadani dan masih banyak lagi.

Dua tahun lebih beliau menetap di Makkah al-Mukarramah. Sekembalinya dari Tanah Suci, beliau masih melanjutkan semangatnya untuk “ngangsu kaweruh” yang tak pernah surut. Walau sudah dari Arab, beliau masih meluangkan waktu untuk memperkaya pengetahuannya dengan belajar kepada ulama-ulama besar tanah Jawa saat itu. Diantara yang bisa disebut namanya adalah KH. Baidhawi (mertua beliau), serta KH. Ma’shum, keduanya tinggal di Lasem. Selanjutnya KH. Ali Ma’shum Krapyak Jogjakarta, KH. Bisri Musthofa, Rembang, KH. Abdul Wahhab Hasbullah, KH. Mushlih Mranggen, KH. Abbas, Buntet Cirebon, Syaikh Ihsan, Jampes Kediri dan juga KH. Abal Fadhal, Senori.

Pada tahun 1965 beliau mengabdikan diri untuk berkhidmat pada ilmu-ilmu agama. Hal itu diiringi dengan berdirinya pondok pesantren yang berada di sisi kediaman beliau. Pesantren yang sekarang dikenal dengan nama al-Anwar. Satu dari sekian pesantren yang ada di Sarang.

Selain mengajar dan berdakwah, ia masih sempat menulis kitab taqrirat (penetapan hukum suatu masalah) dan syarah (komentar atas kitab salaf). Kitab yang dibuatkan taqrirat olehnya, antara lain, Jauharat at-Tauhid, Ba’dh al-‘Amali dan Alfiyah. Sedangkan kitab yang dibuatkan syarah adalah Syarh al-‘Imrithi. Semuanya dicetak dalam jumlah terbatas untuk kalangan Pesantren al-Anwar dan beberapa pesantren lainnya.

Keharuman nama dan kebesaran beliau sudah tidak bisa dibatasi lagi dengan peta geografis. Banyak sudah ulama-ulama dan santri yang berhasil “jadi orang” karena ikut di-gulo wentah dalam pesantren beliau. Sudah terbukti bahwa ilmu-ilmu yang belaiu miliki tidak cuma membesarkan jiwa beliau secara pribadi, tapi juga membesarkan setiap santri yang bersungguh-sungguh mengecap tetesan ilmu dari beliau.

Tiada harapan lain, semoga Allah melindungi beliau demi kemaslahatan kita bersama di dunia dan akherat. Aamiin.

Dari berbagai sumber

Sya’roni As-Samfuriy, Cikampek 10 September 2013

http://www.muslimedianews.com/2013/09/samudera-ilmu-yang-tiada-bertepi-dari.html
http://pustakamuhibbin.blogspot.com/2013/09/samudera-ilmu-yang-tiada-bertepi-dari.html

https://www.facebook.com/KumpulanFotoUlamaDanHabaib

Wednesday 25 September 2013

Ingat Ingat

Pertama;
Tahajjud. Karena kemuliaan seorang mukmin terletak pada tahajjudnya.

Kedua;
Melazimi al-Quran & zikir al-Mathurat sebelum terbit & terbenam matahari.

Ketiga;
Memelihara kesempurnaan solat kerana inilah kekuatan mukmin, muslim yang utuh.

Keempat;
Jaga solat dhuha kerana rezeki terletak pada solat dhuha.

Kelima;
Jaga sedekah setiap hari, walaupun hanya dengan sekuntum senyuman.

Keenam;
Jaga wudhuk terus menerus karena Allah SWT menyayangi hamba-Nya yang berwudhuk.

Ketujuh;
Amalkan istighfar setiap masa agar terhapus segala dosa dan noda.

Kelapan;
Perbaharui azam dan tekad untuk terus berkhidmat karena Allah S.W.T.

Kesembilan;
Senantiasa ceria dan berfikiran positif karena itulah watak seorang mukmin sejati.

Kesepuluh;
Memelihara diri dengan keikhlasan yang tulus kerana Allah S.W.T. kerana di situlah terletaknya nilai amalan di sisi-Nya.

Link Source: https://www.facebook.com/IslamicMotivationIndonesia?hc_location=stream

SUBHANALLAH , FAKTA UNIK TENTANG KA'BAH

Ka’bah merupakan kiblat shalat bagi seluruh umat Muslim sedunia. Lokasi Ka’bah berada di dalam wilayah Masjidil Haram yang terletak di kota Makkah, Arab Saudi. Musim Haji setiap tahunnya di sini akan terasa dengan datangnya ribuan kaum Muslim dari berbagai penjuru dunia, di samping juga melaksanakan Umrah maupun berziarah ke sejumlah lokasi bersejarah di sana.

Ka’bah memiliki arti yang sangat penting bagi umat Muslim.
Ka’bah memiliki rahasia tersembunyi, bahkan tempat-tempat sekitar Ka’bah termasuk depan pintu Multazam merupakan tempat mustajab untuk berdoa. Namun, tahukah Anda jika ternyata ada banyak fakta unik di balik kesucian bangunan Ka’bah?

Yuk kita simak.

1. Ka’bah mengeluarkan sinar radiasi

Planet bumi mengeluarkan semacam radiasi, yang kemudian diketahui sebagai medan magnet. Penemuan ini sempat mengguncang National Aeronautics and Space Administration (NASA), badan antariksa Amerika Serikat, dan temuan ini sempat dipublikasikan melalui internet.

Namun entah mengapa, setelah 21 hari tayang, website yang mempublikasikan temuan itu hilang dari dunia maya. Namun demikian, keberadaan radiasi itu tetap diteliti, dan akhirnya diketahui kalau radiasi tersebut berpusat di kota Makkah, tempat di mana Ka’bah berada.

Yang lebih mengejutkan, radiasi tersebut ternyata bersifat infinite (tidak berujung). Hal ini terbuktikan ketika para astronot mengambil foto planet Mars, radiasi tersebut masih tetap terlihat. Para peneliti Muslim mempercayai bahwa radiasi ini memiliki karakteristik dan menghubungkan antara Ka’bah di planet bumi dengan Ka’bah di alam akhirat.

2. Zero Magnetism Area

Di tengah-tengah antara kutub utara dan kutub selatan, ada suatu area yang bernama ‘Zero Magnetism Area’, artinya adalah apabila seseorang mengeluarkan kompas di area tersebut, maka jarum kompas tersebut tidak akan bergerak sama sekali karena daya tarik yang sama besarnya antara kedua kutub.

Itulah sebabnya jika seseorang tinggal di Makkah, maka ia akan hidup lebih lama, lebih sehat, dan tidak banyak dipengaruhi oleh banyak kekuatan gravitasi. Oleh sebab itu, ketika mengelilingi Ka’bah, maka seakan-akan fisik para jamaah haji seperti di-charge ulang oleh suatu energi misterius dan ini adalah fakta yang telah dibuktikan secara ilmiah.

3. Tekanan Gravitasi Tinggi

Ka’bah dan sekitarnya merupakan sebuah area dengan gaya gravitasi yang tinggi. Ini menyebabkan satelit, frekuensi radio ataupun peralatan teknologi lainnya tidak dapat mengetahui isi di dalam Ka’bah.

Selain itu, tekanan gravitasi tinggi juga menyebabkan kadar garam dan aliran sungai bawah tanah tinggi. Inilah yang menyebabkan shalat di Masjidil Haram tidak akan terasa panas meskipun tanpa atap di atasnya.

Tekanan gravitasi yang tinggi memberikan kesan langsung kepada sistem imun tubuh untuk bertindak sebagai pertahanan dari segala macam penyakit.

4. Tempat ibadah tertua

Pembangunan Ka’bah telah dilakukan sejak zaman Nabi Adam AS. Ada pula sumber yang menyebutkan, Ka’bah telah dibangun semenjak 2000 tahun sebelum Nabi Adam diturunkan. Pembangunannya pun memerlukan waktu yang lama karena dilakukan dari masa ke masa.

Menurut sebagian riwayat, Ka’bah sudah ada sebelum Nabi Adam AS diturunkan ke bumi, karena sudah dipergunakan oleh para malaikat untuk tawwaf dan ibadah. Ketika Adam dan Hawa terusir dari Taman Surga, mereka diturunkan ke muka bumi, diantar oleh malaikat Jibril. Peristiwa ini jatuh pada tanggal 10 Muharam.

5. Ka’bah memancarkan energi positif

Ka’bah dijadikan sebagai kiblat oleh orang yang shalat di seluruh dunia, karena orang shalat di seluruh dunia memancarkan energi positif apalagi semua berkiblat kepada Ka’bah. Jadi dapat Anda bayangkan energi positif yang terpusat di Ka’bah, dan juga menjadi pusat gerakan shalat sepanjang waktu karena diketahui waktu shalat mengikuti pergerakan matahari.

Itu artinya, setiap waktu sesuai gerakan matahari selalu ada orang yang sedang shalat. Jika sekarang seseorang di sini melakukan shalat Dhuhur, demikian pula wilayah yang lebih barat akan memasuki waktu Dhuhur dan seterusnya atau dalam waktu yang bersamaan orang Indonesia shalat Dhuhur orang yang lebih timur melakukan shalat Ashar demikian seterusnya.

Memandang Ka’bah dengan ikhlas akan mendatangkan ketenangan jiwa. Aturan untuk tidak mengenakan topi atau tutup kepala saat beribadah haji juga memiliki banyak manfaat. Rambut yang ada di tubuh manusia dapat berfungsi sebagai antena untuk menerima energi positif yang dipancarkan Ka’bah.

Sumber: belantaraindonesia. org

Syariat, Tarekat, Hakikat dan Makrifat itu SATU

Saya seringkali dapat pertanyaan lewat email tentang hubungan antara syariat dan hakikat. Pada kesempatan ini saya ingin sedikit membahas hubungan yang sangat erat antara keduanya. Syariat bisa diibaratkan sebagai jasmani/badan tempat ruh berada sementara hakikat ibarat ruh yang menggerakkan badan, keduanya sangat berhubungan erat dan tidak bisa dipisahkan. Badan memerlukan ruh untuk hidup sementara ruh memerlukan badan agar memiliki wadah.
Saidi Syekh Muhammad Hasyim Al-Khalidi guru Mursyid dari Ayahanda Prof. Dr. Saidi Syekh Kadirun Yahya MA. M.Sc mengibaratkan syariat laksana baju sedangkan hakikat ibarat badan. Dalam beberapa pantun yang Beliau ciptakan tersirat pesan-pesan tentang pentingnya merawat tubuh sebagai perhatian utama sedangkan merawat baju juga tidak boleh dilupakan.
Imam Malik mengatakan bahwa seorang mukmin sejati adalah orang yang mengamalkan syariat dan hakikat secara bersamaan tanpa meninggalkan salah satunya. Ada adagium cukup terkenal, “Hakikat tanpa syariat adalah kepalsuan, sedang syariat tanpa hakikat adalah sia-sia.” Imam Malik berkata, “Barangsiapa bersyariat tanpa berhakikat, niscaya ia akan menjadi fasik. Sedang yang berhakikat tanpa bersyariat, niscaya ia akan menjadi zindik.Barangsiapa menghimpun keduanya [syariat dan hakikat], ia benar-benar telah berhakikat.”
Syariat adalah hukum-hukum atau aturan-aturan dari Allah yang disampaikan oleh Nabi untuk dijadikan pedoman kepada manusia, baik aturan ibadah maupun yang lainnya. Apa yang tertulis dalam Al-Qur’an hanya berupa pokok ajaran dan bersifat universal, karenanya Nabi yang merupakan orang paling dekat dengan Allah dan paling memahami Al-Qur’an menjelaskan aturan pokok tersebut lewat ucapan dan tindakan Beliau, para sahabat menjadikan sebagai pedoman kedua yang dikenal sebagai hadist. Ucapan Nabi bernilai tinggi dan masih sarat dengan simbol-simbol yang memerlukan keahlian untuk menafsirkannya.
Para sahabat sebagai orang-orang pilihan yang dekat dengan nabi merupakan orang yang paling memahami nabi, mereka paling mengerti akan ucapan Nabi karena memang hidup sezaman dengan nabi. Penafsiran dari para sahabat itulah kemudian diterjemahkan dalam bentuk hukum-hukum oleh generasi selanjutnya. Para ulama sebagai pewaris ilmu Nabi melakukan ijtihad, menggali sumber utama hukum Islam kemudian menterjemahkan sesuai dengan perkembangan zaman saat itu, maka lahirlah cabang-cabang ilmu yang digunakan sampai generasi sekarang. Sumber hukum Islam itu kemudian dikenal memiliki 4 pilar yaitu : Al-Qur’an, Hadist, Ijmak dan Qiyas, itulah yang kita kenal dengan syariat Islam.
Untuk melaksanakan Syariat Islam terutama bidang ibadah harus dengan metode yang tepat sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah dan apa yang dilakukan Rasulullah SAW sehingga hasilnya akan sama. Sebagai contoh sederhana, Allah memerintahkan kita untuk shalat, kemudian Nabi melaksanakannya, para sahabat mengikuti. Nabi mengatakan, “Shalatlah kalian seperti aku shalat”. Tata cara shalat Nabi yang disaksikan oleh sahabat dan juga dilaksanakan oleh sahabat kemudian dijadikan aturan oleh Ulama, maka kita kenal sebagai rukun shalat yang 13 perkara. Kalau hanya sekedar shalat maka aturan 13 itu bisa menjadi pedoman untuk seluruh ummat Islam agar shalatnya standar sesuai dengan shalat Nabi. Akan tetapi, dalam rukun shalat tidak diajarkan cara supaya khusyuk dan supaya bisa mencapai tahap makrifat dimana hamba bisa memandang wajah Allah SWT.
Ketika memulai shalat dengan “Wajjahtu waj-hiya lillaa-dzii fatharas-samaawaati wal-ardho haniifam-muslimaw- wamaa ana minal-musy-rikiin..” Kuhadapkan wajahku kepada wajah-Nya Zat yang menciptakan langit dan bumi, dengan keadaan lurus dan berserah diri, dan tidaklah aku termasuk orang-orang yang musyrik. Seharusnya seorang hamba sudah menemukan chanel atau gelombang kepada Tuhan, menemukan wajahnya yang Maha Agung, sehingga kita tidak termasuk orang musyrik menyekutukan Tuhan. Kita dengan mudah menuduh musyrik kepada orang lain, tanpa sadar kita hanya mengenal nama Tuhan saja sementara yang hadir dalam shalat wajah-wajah lain selain Dia. Kalau wajah-Nya sudah ditemukan di awal shalat maka ketika sampai kepada bacaan Al-Fatihah, disana benar-benar terjadi dialog yang sangat akrab antara hamba dengan Tuhannya.
Syariat tidak mengajarkan hal-hal seperti itu karena syariat hanya berupa hukum atau aturan. Untuk bisa melaksanakan syariat dengan benar, ruh ibadah itu hidup, diperlukan metodologi pelaksanaan teknisnya yang dikenal dengan Tariqatullah jalan kepada Allah yang kemudian disebut dengan Tarekat. Jadi Tarekat itu pada awalnya bukan perkumpulan orang-orang mengamalkan zikir. Nama Tarekat diambil dari sebuah istilah di zaman Nabi yaitu Tariqatussiriah yang bermakna Jalan Rahasia atau Amalan Rahasia untuk mencapai kesempurnaan ibadah. Munculnya perkumpulan Tarekat dikemudian hari adalah untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman agar orang-orang dalam ibadah lebih teratur, tertib dan terorganisir seperti nasehat Syaidina Ali bin Abi Thalib kw, “Kejahatan yang terorganisir akan bisa mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir”.
Kalau ajaran-ajaran agama yang kita kenal dengan syariat itu tidak dilaksanakan dengan metode yang benar (Thariqatullah) maka ibadah akan menjadi kosong hanya sekedar memenuhi kewajiban agama saja. Shalat hanya mengikuti rukun-rukun dengan gerak kosong belaka, badan bergerak mengikuti gerakan shalat namun hati berkelana kemana-mana. Sepanjang shalat akan muncul berjuta khayalan karena ruh masih di alam dunia belum sampai ke alam Rabbani.
Ibadah haji yang merupakan puncak ibadah, diundang oleh Maha Raja Dunia Akhirat, seharusnya disana berjumpa dengan yang mengundang yaitu Pemilik Ka’bah, pemilik dunia akhirat, Tuhan seru sekalian alam, tapi yang terjadi yang dijumpai disana hanya berupa dinding dinding batu yang ditutupi kain hitam. Pada saat wukuf di arafah itu adalah proses menunggu, menunggu Dia yang dirindui oleh sekalian hamba untuk hadir dalam kekosongan jiwa manusia, namun yang ditunggu tak pernah muncul.
Disini sebenarnya letak kesilapan kaum muslim diseluruh dunia, terlalu disibukkan aturan syariat dan lupa akan ilmu untuk melaksanakan syariat itu dengan benar yaitu Tarekat. Ketika ilmu tarekat dilupakan bahkan sebagian orang bodoh menganggap ilmu warisan nabi ini sebagai bid’ah maka pelaksanaan ibadah menjadi kacau balau. Badan seolah-olah khusuk beribadah sementara hatinya lalai, menari-nari di alam duniawi dan yang didapat dari shalat itu bukan pahala tapi ancaman Neraka Wail. Harus di ingat bawah “Lalai” yang di maksud disana bukan sekedar tidak tepat waktu tapi hati sepanjang ibadah tidak mengingat Allah. Bagaimana mungkin dalam shalat bisa mengingat Allah kalau diluar shalat tidak di latih ber-Dzikir (mengingat) Allah? dan bagaimana mungkin seorang bisa berdzikir kalau jiwanya belum disucikan? Urutan latihannya sesuai dengan perintah Allah dalam surat Al ‘Ala, “Beruntunglah orang yang telah disucikan jiwanya/ruhnya, kemudian dia berdzikir menyebut nama Tuhan dan kemudian menegakkan shalat”.
Kesimpulan dari tulisan singkat ini bahwa sebenarnya tidak ada pemisahan antara ke empat ilmu yaitu Syariat, Tarekat, Hakikat dan Makrifat, ke empatnya adalah SATU. Iman dan Islam bisa dijelaskan dengan ilmu syariat sedangkan maqam Ihsan hanya bisa ditempuh lewat ilmu Tarekat. Ketika kita telah mencapai tahap Makrifat maka dari sana kita bisa memandang dengan jelas bahwa ke empat ilmu tersebut tidak terpisah tapi SATU.
Tulisan ini saya tulis dalam perjalanan ziarah ke Maqam Guru saya tercinta, teringat pesan-pesan Beliau akan pentingnya ilmu Tarekat sebagai penyempurnaan Syariat agar mencapai Hakikat dan Makrifat. Mudah-mudahan tulisan ini bisa menjadi renungan dan memberikan manfaat untuk kita semua. Amin!

Monday 23 September 2013

Asmaul Husna

Di dalam kitab suci Al-Qur'an Allah SWT disebut juga dengan nama-nama sebutan yang berjumlah 99 nama yang masing-masing memiliki arti definisi / pengertian yang bersifat baik, agung dan bagus. Secara ringkas dan sederhana Asmaul Husna adalah sembilanpuluhsembilan nama baik Allah SWT.
Firman Allah SWT dalam surat Al-Araf ayat 180 :
"Allah mempunyai asmaul husna, maka bermohonlah kepadaNya dengan menyebut asmaul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-namaNya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan".
Berikut ini adalah 99 nama Allah SWT beserta artinya :
1. Ar-Rahman (Ar Rahman) Artinya Yang Maha Pemurah
2. Ar-Rahim (Ar Rahim) Artinya Yang Maha Mengasihi
3. Al-Malik (Al Malik) Artinya Yang Maha Menguasai / Maharaja Teragung
4. Al-Quddus (Al Quddus) Artinya Yang Maha Suci
5. Al-Salam (Al Salam) Artinya Yang Maha Selamat Sejahtera
6. Al-Mu'min (Al Mukmin) Artinya Yang Maha Melimpahkan Keamanan
7. Al-Muhaimin (Al Muhaimin) Artinya Yang Maha Pengawal serta Pengawas
8. Al-Aziz (Al Aziz) Artinya Yang Maha Berkuasa
9. Al-Jabbar (Al Jabbar) Artinya Yang Maha Kuat Yang Menundukkan Segalanya
10. Al-Mutakabbir (Al Mutakabbir) Artinya Yang Melengkapi Segala kebesaranNya
11. Al-Khaliq (Al Khaliq) Artinya Yang Maha Pencipta
12. Al-Bari (Al Bari) Artinya Yang Maha Menjadikan
13. Al-Musawwir (Al Musawwir) Artinya Yang Maha Pembentuk
14. Al-Ghaffar (Al Ghaffar) Artinya Yang Maha Pengampun
15. Al-Qahhar (Al Qahhar) Artinya Yang Maha Perkasa
16. Al-Wahhab (Al Wahhab) Artinya Yang Maha Penganugerah
17. Al-Razzaq (Al Razzaq) Artinya Yang Maha Pemberi Rezeki
18. Al-Fattah (Al Fattah) Artinya Yang Maha Pembuka
19. Al-'Alim (Al Alim) Artinya Yang Maha Mengetahui
20. Al-Qabidh (Al Qabidh) Artinya Yang Maha Pengekang
21. Al-Basit (Al Basit) Artinya Yang Maha Melimpah Nikmat
22. Al-Khafidh (Al Khafidh) Artinya Yang Maha Perendah / Pengurang
23. Ar-Rafi' (Ar Rafik) Artinya Yang Maha Peninggi
24. Al-Mu'izz (Al Mu'izz) Artinya Yang Maha Menghormati / Memuliakan
25. Al-Muzill (Al Muzill) Artinya Yang Maha Menghina
26. As-Sami' (As Sami) Artinya Yang Maha Mendengar
27. Al-Basir (Al Basir) Artinya Yang Maha Melihat
28. Al-Hakam (Al Hakam) Artinya Yang Maha Mengadili
29. Al-'Adl (Al Adil) Artinya Yang Maha Adil
30. Al-Latif (Al Latif) Artinya Yang Maha Lembut serta Halus
31. Al-Khabir (Al Khabir) Artinya Yang Maha Mengetahui
32. Al-Halim (Al Halim) Artinya Yang Maha Penyabar
33. Al-'Azim (Al Azim) Artinya Yang Maha Agung
34. Al-Ghafur (Al Ghafur) Artinya Yang Maha Pengampun
35. Asy-Syakur (Asy Syakur) Artinya Yang Maha Bersyukur
36. Al-'Aliy (Al Ali) Artinya Yang Maha Tinggi serta Mulia
37. Al-Kabir (Al Kabir) Artinya Yang Maha Besar
38. Al-Hafiz (Al Hafiz) Artinya Yang Maha Memelihara
39. Al-Muqit (Al Muqit) Artinya Yang Maha Menjaga
40. Al-Hasib (Al Hasib) Artinya Yang Maha Penghitung
41. Al-Jalil (Al Jalil) Artinya Yang Maha Besar serta Mulia
42. Al-Karim (Al Karim) Artinya Yang Maha Pemurah
43. Ar-Raqib (Ar Raqib) Artinya Yang Maha Waspada
44. Al-Mujib (Al Mujib) Artinya Yang Maha Pengkabul
45. Al-Wasi' (Al Wasik) Artinya Yang Maha Luas
46. Al-Hakim (Al Hakim) Artinya Yang Maha Bijaksana
47. Al-Wadud (Al Wadud) Artinya Yang Maha Penyayang
48. Al-Majid (Al Majid) Artinya Yang Maha Mulia
49. Al-Ba'ith (Al Baith) Artinya Yang Maha Membangkitkan Semula
50. Asy-Syahid (Asy Syahid) Artinya Yang Maha Menyaksikan
51. Al-Haqq (Al Haqq) Artinya Yang Maha Benar
52. Al-Wakil (Al Wakil) Artinya Yang Maha Pentadbir
53. Al-Qawiy (Al Qawiy) Artinya Yang Maha Kuat
54. Al-Matin (Al Matin) Artinya Yang Maha Teguh
55. Al-Waliy (Al Waliy) Artinya Yang Maha Melindungi
56. Al-Hamid (Al Hamid) Artinya Yang Maha Terpuji
57. Al-Muhsi (Al Muhsi) Artinya Yang Maha Penghitung
58. Al-Mubdi (Al Mubdi) Artinya Yang Maha Pencipta dari Asal
59. Al-Mu'id (Al Muid) Artinya Yang Maha Mengembali dan Memulihkan
60. Al-Muhyi (Al Muhyi) Artinya Yang Maha Menghidupkan
61. Al-Mumit (Al Mumit) Artinya Yang Mematikan
62. Al-Hayy (Al Hayy) Artinya Yang Senantiasa Hidup
63. Al-Qayyum (Al Qayyum) Artinya Yang Hidup serta Berdiri Sendiri
64. Al-Wajid (Al Wajid) Artinya Yang Maha Penemu
65. Al-Majid (Al Majid) Artinya Yang Maha Mulia
66. Al-Wahid (Al Wahid) Artinya Yang Maha Esa
67. Al-Ahad (Al Ahad) Artinya Yang Tunggal
68. As-Samad (As Samad) Artinya Yang Menjadi Tumpuan
69. Al-Qadir (Al Qadir) Artinya Yang Maha Berupaya
70. Al-Muqtadir (Al Muqtadir) Artinya Yang Maha Berkuasa
71. Al-Muqaddim (Al Muqaddim) Artinya Yang Maha Menyegera
72. Al-Mu'akhkhir (Al Muakhir) Artinya Yang Maha Penangguh
73. Al-Awwal (Al Awwal) Artinya Yang Pertama
74. Al-Akhir (Al Akhir) Artinya Yang Akhir
75. Az-Zahir (Az Zahir) Artinya Yang Zahir
76. Al-Batin (Al Batin) Artinya Yang Batin
77. Al-Wali (Al Wali) Artinya Yang Wali / Yang Memerintah
78. Al-Muta'ali (Al Muta Ali) Artinya Yang Maha Tinggi serta Mulia
79. Al-Barr (Al Barr) Artinya Yang banyak membuat kebajikan
80. At-Tawwab (At Tawwab) Artinya Yang Menerima Taubat
81. Al-Muntaqim (Al Muntaqim) Artinya Yang Menghukum Yang Bersalah
82. Al-'Afuw (Al Afuw) Artinya Yang Maha Pengampun
83. Ar-Ra'uf (Ar Rauf) Artinya Yang Maha Pengasih serta Penyayang
84. Malik-ul-Mulk (Malikul Mulk) Artinya Pemilik Kedaulatan Yang Kekal
85. Dzul-Jalal-Wal-Ikram (Dzul Jalal Wal Ikram) Artinya Yang Mempunyai Kebesaran dan Kemuliaan
86. Al-Muqsit (Al Muqsit) Artinya Yang Maha Saksama
87. Al-Jami' (Al Jami) Artinya Yang Maha Pengumpul
88. Al-Ghaniy (Al Ghaniy) Artinya Yang Maha Kaya Dan Lengkap
89. Al-Mughni (Al Mughni) Artinya Yang Maha Mengkayakan dan Memakmurkan
90. Al-Mani' (Al Mani) Artinya Yang Maha Pencegah
91. Al-Darr (Al Darr) Artinya Yang Mendatangkan Mudharat
92. Al-Nafi' (Al Nafi) Artinya Yang Memberi Manfaat
93. Al-Nur (Al Nur) Artinya Cahaya
94. Al-Hadi (Al Hadi) Artinya Yang Memimpin dan Memberi Pertunjuk
95. Al-Badi' (Al Badi) Artinya Yang Maha Pencipta Yang Tiada BandinganNya
96. Al-Baqi (Al Baqi) Artinya Yang Maha Kekal
97. Al-Warith (Al Warith) Artinya Yang Maha Mewarisi
98. Ar-Rasyid (Ar Rasyid) Artinya Yang Memimpin Kepada Kebenaran
99. As-Sabur (As Sabur) Artinya Yang Maha Penyabar / Sabar

MP3 Asmaul Husna Haddad Alwi Download

Source Link : http://organisasi.org/99-nama-allah-swt-asmaul-husna-sembilan-puluh-sembilan-sebutan-tuhan-asmaul-husnah

Saturday 21 September 2013

Meraih Kyusuk Dalam Shalat

Oleh: M. Wachid Romadlon
Shalat adalah sarana seorang muslim berkomunikasi dengan Allah. Salat yang dilakukan dengan benar akan membuahkan hubungan mesra antara seorang hamba dengan Rabnya. Maka tidak heran jika kemudian setiap gerak dan perbuatan seorang muslim akan selalu bernuansa ketaatan, pribadinya indah karena selalu diliputi oleh cahaya takwa.
 Salat yang dilakukan dengan khusyu bak taman indah untuk bercengkrama dengan kekasih, oase bagi  jiwa yang kekeringan.
Sebaliknya, salat tanpa khusyu hanyalah seperti jasad tanpa ruh. Dia hanya menjadi gerakan tanpa makna, bahkan rutinitas yang membosankan. Salat yang jauh dari khusyu hanya melelahkan jasad, dan tidak mendatangkan ketenangan, apalagi memberikan pengaruh kebaikan dalam prilaku. Jadi tidak heran kalau banyak orang yang melaksanakan salat, tapi juga tetap asyik berbuat kemungkaran dan kerusakan.
Rasulullah Saw. pernah menegaskan bahwa hal yang pertama kali hilang dari umatnya adalah khusyu.
قال النبي صلى الله عليه وسلم: أول شيء يرفع من هذه الأمة الخشوع ، حتى لا ترى فيها خاشعا
Nabi Saw. bersabda, “Hal pertama yang akan diangkat dari umat ini adalah khusyu, sampai-sampai engkau tidak akan melihat seorang yang khusyu.” (HR. Thabrani)
sedangkan hal yang paling lama bertahan pada umatnya adalah salat.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” وَآخِرُ مَا يَبْقَى مِنْهَا الصَّلَاةُ – يُخَيَّلُ إِلَيَّ أَنْ قَالَ -: وَقَدْ يُصَلِّي قَوْمٌ لَا خَلَاقَ لَهُمْ
Dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw bersabda, “… dan perkara yang paling lama bertahan adalah salat” terbayang kepadaku beliau mengatakan, “Bisa jadi suatu kaum salat tapi tidak mendapat pahala apa-apa” (Musnad Abu Ya`la :6634, didhaifkan oleh seikh Al-Bani dalam Silsilah Dha`ifah wal Maudhu`ah)
Dengan kata lain,  banyak umat Muhammad Saw. di akhir zaman yang salatnya tanpa ruh, tanpa khusyu, sebatas menggugurkan kewajiban saja.  Pada saat itulah salat tidak lagi menjadi kontrol atas perilaku keji dan munkar, dia hanya gerakan “senam” tanpa makna.
Perintah untuk menghadirkan khusyu dalam salat
Allah berfirman dalam al-Quran:
“Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.” (QS. Al-Baqarah: 45)
“Sungguh beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya.” (QS. Al-Mukminun: 1-2)
Dalam hadits Rasulullah Saw bersabda:
لَا يَزَالُ اللَّهُ مُقْبِلًا عَلَى الْعَبْدِ مَا لَمْ يَلْتَفِتْ، فَإِذَا صَرَفَ وَجْهَهُ انْصَرَفَ عَنْهُ (المستدرك على الصحيحين للحاكم)
“Allah senantiasa menghadap kepada hamba-Nya (ketika salat) selama hamba tersebut tidak mamalingkan wajahnya. Namun apabila dia memalingkan wajahnya, Allah juga akan berpaling darinya.” (al-Mustadrak Imam Hakim)
Ibnul Qayyim pernah mengatakan bahwa seorang hamba mempunyai dua mauqif (tempat berdiri), kalau mauqif yang pertama baik, maka yang kedua akan baik, yaitu mauqif salat dan mauqif hisab (perhitungan amal).
Khusyu Rasulullah Saw, para sahabat, dan tabi`in.
Khusyunya Rasulullah Saw.
Salat bagi Rasulullah Saw. adalah sarana menenagkan jiwa yang selalu dirindu,  sehingga beliu pernah bersabda, “Dan dijadikan penyejuk hatiku dalam salat.”
Nah, bagaimanakan sifat salat Rasulullah Saw. ?
وعن عبدالله بن الشخير رضي الله عنه قال: «أتيت النبي صلى الله عليه وسلم وهو يصلي ولجوفه أزيز كأزيز المرجل من البكاء».رواه أبو داود والنسائي وصححه الألباني.
Dari Abdullah bin Syukhair Ra. beliau menceritakan, “Saya mendatangi Nabi Saw. saat beliau sedang salat dan dari jauf (daerah antara tenggorokan sampai ke mulut)ya terdengar suara seperti air mendidih karena menangis.” (HR. Abu Daud dan Nasa`I, disahihkan oleh al-Bani)
Atho dan Ibnu Umair pernah bertanya kepada Aisyah r.a.: ” Ceritakan kepadaku apa yang paling Anda kagumi dari Rasulullah?” Aisyah sejenak terdiam lalu berkata, ” Suatu malam Rasulullah s.a.w. berdiri untuk salat, beliau berkata: “Wahai Aisyah biarkan aku menyembah Tuhanku.” Aku berkata, “Sesungguhnya aku senang bersamamu dan aku senang menyenangkanmu”.  Beliau pun bangun dan salat, lalu menangis dalam salatnya sehingga janggutnya basah, beliau terus saja manangis  sampai lantai kamarku basah (karena air mata beliau). Lalu berkumandanglah adzan Bilal untuk subuh, ketika Bilal melihat mata Rasulullah basah karena menangis, Bilal pun bertanya, ” Wahai Rasulullah, untuk apa engkau menangis padahal Allah telah mengampunimu dosamu yang lalu dan yang akan datang?” Rasulullah Saw. menjawab, “Wahai Bilal aku lebih suka untuk menjadi hamba yang banyak bersyukur. Malam ini diturunkan kepadaku ayat yang rugilah orang yang membacanya dan tidak menghayatinya (yaitu ayat Ali Imran 190-194).” (Sahih Ibnu Hibban).)
 Khusyu Abu Bakar Ra.
Dari Aisyah Ra. berkata, “Ketika sakit Rasulullah Saw. semakin parah, Bilal mengumadangkan azan untuk salat.  Beliau Saw. mengatakan, “Perintahkan Abu bakar untuk mengimami salat!” Aku mengatakan, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Bakar itu orang yang cengeng, jika dia menggantikan posisi Anda, dia tidak akan bersuara, perintahkan umar saja!”  tapi beliau berkata lagi, “Perintahkan Abu Bakar mengimami salat.” (HR. Bukhari Muslim)
Khusyu Umar bin Khattab
 Umar yang perkasa itu adalah orang yang sangat mudah menangis dalam salat dan ketika membaca atau mendengar al-Quran, sehingga di pipinya tergambar dua garis karena terlalu sering airmatanya mengalir.
Urwah bin Zubair
Dalam perjalanan dari Madinah ke Damaskus, beliau menjalani amputasi kaki, tapi tanpa obat bius, beliau memerintahkan agar amputasi dilaksanakan ketika beliau sujud dalam salat. Akhirnya amputasipun sukses tanpa bius. Khusyunya mengalahkan sayatan gergaji yang memotong kakinya.
Sufyan ats-Tsauri
Suatu saat setelah melaksanakan salat maghrib di Masjidil Haram, Sufyan berdiri lagi untuk melaksanakan salat sunat. Ketika sujud, dia tenggelam dalam khusyu yang sangat dalam, dan baru mengangkat kepalanya ketika azan Isya berkumandang.
Ibnu taimiyah
Murid-murid  Ibnu Taimiyah selalu bersiap-siap menyangga tubuh beliau menjelang takbiratul  ihram. Tubuh sang Guru ini selalu bergetar dan hampir jatuh saat takbiratul ihram karena takut kepada Allah.
 Makna khsuyu`
Ibnu al Qayyim al Jauziyah mendevinisikan khusyu dengan  merendahkan hati di hadapan (Allah) Yang Maha Mengetahui perkara gaib.
Khusyu hati akan melahirkan khusyu anggota badan. Ketika hati seorang muslim merasakan bahwa dirinya sedang berdiri di depan Sang Khalik Swt. tentu seluruh anggota badannya akan mengikutinya dengan diam penuh kepasrahan. Inilah yang disebut dengan khusyu mukmin. Sa`id bin al-Musayyab mengatakan,” Kalau hati telah khusyu maka seluruh anggota badan akan khusyu juga.”
Sebaliknya, ketika hati sibuk dengan perkara dunia maka gerakan salat akan jauh dari sempurna, jauh dari tumakninah dan setan semakin bersemangat meniupkan was-was ke dalam hatinya. Inilah yang disebut oleh Rasulullah Saw. sebagai pencuri salat.
Rasulullah saw. bersabda, ” Seburuk-buruk pencuri adalah pencuri salat.” “Bagaimana itu wahai Rasulullah?”, tanya sahabat. “Mereka yang tidak menyempurnakan ruku’ dan sujudnya. (H.R. Ahmad dan Hakim: sahih)
Khusyu yang harus diwaspadai oleh seorang muslim adalah khusyu nifaq, yaitu ketika seluruh anggota badan terlihat tenang, gerakan salat sempurna dan tumakninah, padahal sebenarnya Allah tidak hadir dalam hatinya. Dia hanya mengharapkan pujian dan penilaian manusia. Inilah sifat salat orang munafik, penuh dengan kepura-puraan dan riya.
Langkah meraih khusyu dalam salat
Bagaimanakah cara meraih khusyu yang sebeanrnya? Berikut ini adalah beberapa tips -yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan salat- yang akan mengantarkan kepada salat yang khusyu insya Allah.
Segera bersiap ketika azan berkumandang dan lebih awal hadir di Masjid.
Aisyah menuturkan, “Rasulullah Saw. selalu membantu pekerjaan keluargaya, tapi setiap kali waktu salat tiba beliau segera beranjak –dalam lafal yang lain- seakan-akan beliau tidak mengenal kami dan kami tidak mengenal beliau.”
Tuntaskan perkara yang akan mengganggu khusyu, seperti makan, buang air dan lain-lain.
أبو الدرداء يقول: “من فقه الرجل أن ينهي حاجته قبل دخوله في الصلاة؛ ليدخل في الصلاة وقلبه فارغ
Abu Darda` berkata, “Salah satu bukti pahamnya seseorang (terhadap agamanya) adalah menuntaskan hajatnya sebelum mulai salat, sehingga masuk dalam salat dengan hati yang khusyu.”
Rasulullah s.a.w. bersabda, “Tidak baik salat di hadapan makanan” (Muslim). Riwayat lain mengatakan “Ketika maka malam sudah siap dan datang waktu salat, maka dahulukan makan malam” (Bukhari).
Hindari pakaian yang bergambar
Disunahkah memakai pakaian yang polos dan tidak banyak warna. Karena itu akan menarik pandangan orang yang salat dan mengganggu konsentrasinya dalam salat. Rasulullah pernah salat dan terganggu dengan kelambu Aisyah yang berwarna-warni lalu beliau meminta untuk menyingkirkannya. (Bukhari dll.).
Memakai wangi-wangian dan menghindari bau mulut yang tidak sedap.
عَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( حُبِّبَ إِلَيَّ مِنْ الدُّنْيَا : النِّسَاءُ وَالطِّيبُ ، وَجُعِلَ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلَاةِ )رواه النسائي)
Dari Anas Ra. berkata, Rasulullah Saw. bersabda, ” Dicintakan kepadaku dari dunia ini: wanita, dan wangi-wangian. Dan dijadikan penyejuk hatiku dalam salat” (HR. Thabrani)
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : من أكل من هذه الشجرة فلا يقربن مسجدنا ، ولا يؤذينا بريح الثوم (رواه مسلم والنسائي وابن ماجه)
Rasulullah Saw. bersabda, “barangsiapa makan dari pohon ini (maksudnya bawang merah) maka jangan mendekati masjid kami, dan jangan menyakiti kami dengan bau bawang putih.” (HR. Muslim, Nasai, dan Ibnu Majah)
Berangkat ke masji dengan tenang dan tidak berlari.
Rasulullah Saw. bersabda,
إِذَا ثُوِّبَ بِالصَّلاَةِ فَلاَ تَأْتُوهَا وَأَنْتُمْ تَسْعَوْنَ، وَأْتُوهَا وَعَلَيْكُمُ بالسَّكِينَةُ والوقار، فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا، وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا، فَإِنَّ أَحَدَكُمْ فِي الصَلاَةٍ مَا كَانَ يَعْمِدُ إِلَى الصَّلاَةِ.(الموطأ )
“Apabila terdengar panggilan salat, janganlah kalian mendatanginya dengan lari-lari kecil, tapi datanglah dengan tenang. Ikuti gerakan imam yang kalian dapati, dan adapun yang tertinggal maka sempurnakanlah. Sesungguhnya kalian dihitung salat, selama sudah berniat melaksanakannya.” (al-Muwatha`)
Berwudlu dengan sempurna
Imam Zainal Abidin Setiap kali selesai berwudlu, wajahnya berubah pucat dan tubuhnya bergetar. Ketika ditanya tentang hal itu, beliau menjawab, “Tahukah engkau, di depan siapa sebantar lagi aku akan berdiri?”

Mengawali dengan salat sunat dan zikir.
Mengingat kematian.
Hatim al Asham ketika ditanya bagaimana cara khusyu, dia mengatakan, “Saya membayangkan surga di sisi kananku, neraka di sisi kiriku, shirath tepat di bawahku, ka`bah di hadapanku, malaikat maut di atas kepalaku, dosaku mengelilingiku, pandangan Allah melihat kepadaku, dan aku mengira itu salat terakhir dalam hidupku, aku hadirkan keikhlasan semampuku, dan aku pasrah, aku tidak tahu apakah Allah akan menerimanya.”
Memasang sutrah (pembatas salat).
Sebaiknya ketika salat menghadap pembatas depan, misalnya dinding atau pembatas yang polos. Tujuannya adalah agar pandangan mata kita tidak terganggu oleh obyek-obyek visual yang mengganggu konsentrasi. Rasulullah s.a.w. bersabda, ” Hendaklah kalian ketika salat menaruh pembatas di depannya agar syetan tidak memutuskan salatnya.” (Abu Dawud: sahih)
Memaknai takbiratul ihram
Ihram artinya mengharamkan, istilah takbiratul ihram karena takbir tersebut mengharamkan perkara-perkara boleh dilakukan sebelum masuk ke dalam salat.
Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri di atas dada.
Rasulullah s.a.w. bersabda,” Kami para nabi diperintahkan agar dalam salat meletakkan tangan kanan di atas atas tangan kiri (Thabrani:sahih). Imam Ahmad menjelaskan bahwa tujuannya adalah agar kita menundukkan diri di depan Allah dengan khusyu’. Ibnu Hajar mengatakan bahwa sikap seperti itu adalah sikap seorang yang meminta dengan merendahkan diri dan sikap seperti itu lebih mengantarkan kepada kekhusyu’an.
Membaca al-Quran dengan tartil.
Memperindah bacaan Quran dan tartil dapat mengantarkan kepada kekhusyu’an. Allah berfirman,
“Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Qur’an itu dengan perlahan-lahan (tartil). (QS. Al-Muzammil: 1-4)
Sifat bacaan Nabi Saw.
Umi Salamah berkata bahwa Rasulullah membaca fatihah dalam salat dengan basmalah, lalu berhenti lalu membaca hamdalah lalu berhenti lalu membaca arrohmaanirrohiiim dan seterusnya. (Abu Dawud: sahih).
Membaca dengan suara merdu
Rasulullah s.a.w. berpesan, “Perindahlah al-Qur’an dengan suaramu yang merdu, karena suara yang indah akan memperindah al-Quran” (Hakim:sahih). Dalam hadist lain beliau bersabda, “Sesungguhnya seindah-indah suara orang membaca Quran, adalah kalau ia membaca maka orang-orang yang mendengarnya akan takut kapada Allah. (Ibnu Majah: sahih).
Membaca dengan tadabbur.
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آَيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ (ص: 29)
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” (QS. Shad: 29)
Dialog antara Allah dan hambanya dalam surat al-Fatihah
Rasulullah Saw. bersabda bahwa Allah Swt berfirman (dalam hadits qudsi), “Aku membagi salat untuk-Ku dan untuk hamba-Ku menjadi dua bagian. Setengah untuk-Ku, setengah lainnya untuk hamba-Ku, dan hamba-Ku apa yang dia minta. Jika hamba membaca “Alhamdulillahi Rabbil `Alamin” maka Allah Azza wa Jalla mengatakan “Hamba-Ku memujiku”, jika hamba membaca “ar rahmanirrahim” maka Allah berkata, “hamba-Ku menyanjung-Ku “, jika hamba membaca “Maliki Yaumiddin” maka Allah berkata “hamba-Ku mengagungkan-Ku”, jika hamba membaca “Iyyaka na`budu wa iyyaka nasta`in” maka Allah berkata, “Ayat ini antara Aku dan hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku apa yang dimintanya”, jika hamba membaca,” Ihdinash shiratal mustaqim, shiratal lazhina an`amta `alaihim ghairil maghdhubi `alaihim waladh dhaliin” maka Allah berkata, “Itu semua untuk hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku itu apa yang dia minta.”
 Mengarahkan pandangan mata pada tempat sujud.
 Dai Aisyah r.a. Rasulullah s.a.w. ketika salat beliau menundukkan kepalanya, dan pandangannya tertuju ke tempat sujud. (Hakim:sahih).
Nah, Bolehkah memejamkan mata dalam salat?
Pendapat sebagian orang yang melakukan salat dengan memejamkan mata dengan dalih itu bisa mengantarkan kepada kekhusyu’an. Sesungguhnya itu bertentangan dengan contoh yang diberikan Rasulullah Saw. Beliau diriwayatkan tidak pernah salat dengan memejamkan mata. Namun demikian para ulama beda pendapat mengenai masalah itu. Imam Ahmad mengatakan memejamkah mata saat salat hukumnya makruh karena itu kebiasaan orang Yahudi. Sebagian ulama mengatakan tidak makruh asalnya demi tujuan baik, misalnya kalau tidak memejamkan mata terganggu oleh obyek-obyek visual yang ada di depannya atau di sekitar tempat salat, maka memejamkan mata pada kondisi seperti itu dianjurkan.
Larangan melihat ke atas
 Ketika salat, pandangan tidak boleh mengarah ke atas, berdasarkan hadits Rasulullah Saw, “Ada orang-orang salat sambil menghadap ke atas, mudah-mudahan matanya tidak kembali”  (HR. Ahmad:sahih).
Perbanyak doa saat sujud
Berdoa dalam salat, khususnya saat sujud. Rasulullah Saw. bersabda, “Posisi yang paling dekat antara hamba dan Tuhannya adalah saat sujud, maka perbanyaklah berdoa ketika sujud” (Muslim).
Tumakninah
Tumakninah artinya tenang dan tidak tergesa-gesa, atau diam sejenak sehingga dapat menyempurnakan rukun salat, dimana posisi tulang dan organ tubuh lainnya dapat berada pada tempatnya dengan sempurna. Tumakninah adalah salah satu rukun salat, sehingga kalau terlewati maka salat seorang muslim tidak sempurna. Diriwayatkan dalam hadits bahwa Rasulullah Saw. menyuruh seorang yang salat tergesa-gesa dan tidak tumakninah. Beliau mengatakan, “Salatlah, karena sebenarnya engkau belum salat”
Selain beberapa hal di atas, seorang yang ingin meraih khusyu perlu melakukan beberapa langkah penting, walaupun tidak langsung berhubungan dengan mekanisme palaksanaan salat, tapi akan sangat berpengaruh dalam meraih khusyu dalam salat.
Pertama, taubat dan meninggalkan maksiat.
Imam Abu Hanifah berkata kepada muridnya yang sulit bangun malam untuk qiyamullail,” Dosamu membelenggumu).
Hati yang selalu disiram dengan istighfar kepada Allah akan selalu tersambung kepada Allah, sedangkan hati yang selalu terisi oleh noda dosa dan maksiat akan sulit tersambung kepada-Nya.
Kedua, latihan dan pembiasaan
Setiap orang akan merasa kesulitan setiap kali manjalani aktifitas yang baru. Namun semakin lama seseorang berlatih dan membiasakan diri, maka perkara yang awalnya sulit akan menjadi mudah.
Ketiga, berdoa kepada Allah agar diberikan khusyu dalam salat.
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ ، وَمن نَفْسٍ لاَ تَشْبَعُ ، ومن عين لا تدمع وَمن عِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ ، وَمن دُعَاءٍ لاَ يُسْمَعُ
“Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari hati yang tidak khusyu, dari jiwa yang tidak pernah kenyang, dari mata yang tidak dapat menangis (karena takut kepada Allah), dari ilmu yang tidak bermanfaat, dan dari doa yang tidak terkabulkan.”

Link sumber : http://www.kibar-uk.org/2013/04/30/meraih-khusyu-dalam-shalat/